Kehidupan Politik Kerajaan – Kerajaan Majapahit di kenal sebagai salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Indonesia, pada masa Hindu-Buddha. Kerajaan Majapahit di dirikan pada tahun 1293 oleh Raden Wijaya, di lokasi yang kini menjadi wilayah Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Salah satu rajanya yang terkenal adalah Prabu Hayam Wuruk (memerintah tahun 1350-1389), yang membawa kerajaan pada puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit runtuh pada awal abad ke-16, bersamaan dengan menyebarnya pengaruh agama Islam di Indonesia di kutip oleh tourdegunungsewu.com.
Raja-Raja Kerajaan Majapahit
Kehidupan Politik Kerajaan – Pendiri Kerajaan Majapahit adalah Raden Wijaya, yang juga menjadi raja pertama dan memerintah dari tahun 1293 hingga 1309. Raden Wijaya di nobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit pada 10 November 1293. Setelah Raden Wijaya wafat pada tahun 1309, Kerajaan Majapahit diperintah oleh keturunannya.
Berikut ini daftar raja Kerajaan Majapahit:
- Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
- Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328)
- Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
- Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389)
- Wikramawardhana (1389-1400)
- Suhita/Dyah Ayu Kencana Wungu (1400-1447)
- Kertawijaya (1447-1451)
- Rajasawardhana (1451-1453)
- Purwawisesa/Girishawardhana (1456-1466)
- Bhre Pandan Salas/Suraprabhawa (1466-1474)
- Bhre Kertabumi (1468 -1478)
- Girindrawardhana Dyah Ranawijaya/Brawijaya VI (1474-1489)
Baca juga:
Makanan Eksotik Ini Disebut Mirip Alien dari Luar Angkasa
Kehidupan Politik Kerajaan – Pada awal berdirinya Kerajaan Majapahit, terjadi sejumlah pemberontakan yang dipimpin oleh orang-orang terdekat raja. Beberapa pemberontakan yang dimaksud di antaranya, Pemberontakan Rangga Lawe (1295), Pemberontakan Lembu Sora, Pemberontakan Nambi (1316), Pemberontakan Semi (1318), dan Pemberontakan Kuti (1319). Setelah melalui fase tersebut, Kerajaan Majapahit berhasil mencapai masa keemasannya di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Meninggalnya Hayam Wuruk menjadi awal redupnya Kerajaan Majapahit, yang kembali mengalami gejolak perebutan kekuasaan. Adapun perebutan kekuasaan atas takhta kerajaan ini melibatkan Bhre Wirabhumi yang merupakan anak dari selir Hayam Wuruk melawan Wikramawardhana yang merupakan menantu dari Hayam Wuruk.
Konflik perebutan kekuasaan atas takhta kerajaan ini pada akhirnya menimbulkan perpecahan dalam keluarga dan bangsawan Majapahit, yang berujung pada peperangan. Adapun peperangan tersebut terkenal sebagai Perang Paregreg, yang memberikan dampak signifikan dalam melemahkan Kerajaan Majapahit, karena sangat merugikan secara ekonomi, sosial, dan politik. Tidak di ketahui pasti kapan Kerajaan Majapahit runtuh dan siapa raja terakhirnya. Yang jelas, pada tahun 1518, Duarte Barbosa menyebutkan bahwa pada waktu itu di Jawa masih ada kerajaan kafir yang di kuasai oleh Pate Udra (Patih Udara).
Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Sistem pemerintahan Kerajaan Majapahit mencerminkan adanya kekuasaan yang bersifat teritorial dan di sentralisasikan dengan birokrasi yang terperinci. Raja memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak hierarki kerajaan. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja di bantu oleh sejumlah pejabat birokrasi. Biasanya, para putra dan kerabat dekat raja di beri kedudukan tinggi dalam jabatan birokrasi. Di istana, ada Dewan Pertimbangan Kerajaan yang di sebut Bhattara Saptaprabhu. Dewan yang anggotanya para sanak saudara raja ini bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada raja. Para putra mahkota, sebelum menjadi raja lebih dulu di beri kedudukan sebagai raja muda (yuwaraja atau kumararaja) yang memiliki sebuah daerah lungguh.
Di samping itu, ada pula saudara dan kerabat dekat raja yang menjadi raja daerah (paduka bhattara). Mereka terbebani tugas dan tanggung jawab untuk mengumpulkan penghasilan kerajaan dan penyerahan upeti kepada perbendaharaan kerajaan, serta mempertahankan wilayahnya. Dalam menjalankan tugasnya, raja daerah berhak mengangkat sejumlah pejabat yang berkewajiban membantunya. Struktur pejabat ini hampir sama dengan yang ada di pusat kerajaan, tetapi dalam skala lebih kecil. Apabila turun perintah dari raja, raja daerah meneruskannya ke pejabat-pejabat yang ada di bawahnya. Secara umum, berikut ini susunan pejabat yang ada pada masa Kerajaan Majapahit.
Rakryan Mahamantri Katrini
zMahamantri Katrini biasanya di jabat oleh para putra raja, yang terdiri dari tiga orang, yaitu:
- Rak ryan Mahamatri i Hino
- Rakryan Mahamantri i Halu
- Rakryan Mahamatri i Sirikan
Mahamatri i Hino merupakan yang tertinggi dan terpenting kedudukannya karena memiliki hubungan erat dengan raja, bahkan boleh mengeluarkan piagam berupa prasasti.
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran adalah sekelompok pejabat tinggi yang bisa dsebut sebagai Dewan Menteri, yang berfungsi sebagai badan pelaksana pemerintahan. Badan ini biasanya terdiri dari lima orang pejabat, yaitu:
- Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi (setara perdana menteri)
- Rakryan Tumenggung
- Rakryan Demung
- Rakryan Rangga
- Rakryan Kanuruhan
Kelima pejabat tersebut biasa di sebut Mantri Amancanagara atau Sang Panca ring Wilwatikta. Di samping Mantri Amancanagara, ada sejumlah pejabat tinggi lainnya yang dapat digolongkan ke dalam kelompok Rakryan Mantri ri Pakira-kiran. Pejabat-pejabat ini jumlahnya sangat banyak, di antaranya seperti Sang Wrddhamantri, Yuwamantri, Sang Aryyadhikara, Sang Aryyatmaraja, Mantri Wagmimaya, Mantri Kesadhari, dan Rakryan Juru.
Dharmmadhyaksa
Dharmmadhyaksa adalah pejabat tinggi kerajaan yang bertugas menjalankan fungsi yurisdiksi keagamaan. Ada dua macam Dharmmadhyaksa, yaitu Dharmmadhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha dan Dharmmadhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Siwa. Tiap-tiap Dharmmadhyaksa dalam menjalankan tugasnya di bantu oleh sejumlah pejabat keagamaan Dharmma-upapatti, yang di beri sebutan Sang Pamegat (Samgat). Dari prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit, di ketahui bahwa Dharmma-upapatti dapat di kelompokkan ke dalam dua golongan pula, yakni golongan untuk agama Siwa dan Buddha.
Kemudian, di antara Dharmma-upapatti ada yang menjabat untuk urusan sekte-sekte tertentu, seperti Bhairawapaksa, Saurapaksa, dan Siddhantapaksa. Selain para pejabat birokrasi yang telah di sebutkan, masih ada pejabat sipil dan militer lainnya. Mereka adalah para kepala jawatan (tanda), para nayaka, pratyaya, dan para drawyahaji, yang merupakan pejabat sipil. Kemudian ada para pangalasan, senapati, dan surantani, sebagai pejabat militer yang bertugas pula sebagai pengawal raja dan penjaga lingkungan keraton (bhayangkari).